MOTIVASI
BERPRESTASI
Dalam
kehidupan sehari-hari mungkin sering anda saksikan orang-orang yang begitu
aktif dan penuh vitalitas dalam belajar. Bila anda seorang pelajar, akan anda
temukan teman-teman (atau anda sendiri) yang berlainan intensitas dan cara
kerjanya dalam menyelesaikan tugasnya. Ada yang amat giat untuk mencapai
sukses, ada yang sedang-sedang saja, bahkan ada pula yang nampaknya tidak ada
gairah.
Prestasi adalah perilaku yang berorientasi tugas yang mengijinkan
prestasi individu di evaluasi menurut kriteria dari dalam maupun dari
luar, melibatkan individu berkompetensi dengan orang lain. Teori Motivasi
Berprestasi mengemukakan bahwa, manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan
untuk berprestasi diatas kemampuan orang lain. Teori ini memiliki sebuah
pandangan (asumsi) bahwa kebutuhan untuk breprestasi itu adalah suatu yang
berbeda dan dapat dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan yang lainnya.
Menurut Mc Clelland, seseorang dianggam memiliki motivasi
untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya
berprestasi lebih baik dari prestasi karya orang lain. Ada tiga jenis kebutuhan
manusia menurut Mc Clelland, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk
kekuasaan, dan kebutuhan untuk berafiliasi.
Teori mengenai motivasi atau kebutuhan manusia selama ini
mungkin yang lebih Anda kenal adalah teori dari Abraham Maslow dengan hierarki
kebutuhannya. Tapi, sebenarnya ada banyak para ahli dengan pendapat mereka
masing-masing tentang teori motivasi, termasuk David Mc Clelland.
Motif
berprestasi ialah keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak
dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan
pri-badinya. Mungkin kita tergoda untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk
besar kecilnya atau tinggi-rendahnya motif berpres-tasi pada diri seseorang.
Terbentuknya motif berprestasi amatlah kompleks, sekomplek perkembangan
kepribadian manusia. Motif ini tidak lepas dari perkembangan kepribadian
tersebut, dan tidak pernah berkembang dalam kondisi vakum. Seperti kita
ketahui, betapa besarnya peranan kehidupan keluarga dalam perkembangan
kepribadian individu. Hubungan orang tua-anak sedikit demi sedikit menampakan
pola-pola kepribadian dan kemudian berkembang dengan segala karakteristiknya
mencakup sikap, kebiasaan, cara berfikir, motif-motif, dan sebagainya.
Pada masa di
mana seseorang telah meninggalkan masa kanak-kanak, motif itu dipengaruhi oleh
lingkungan yang lebih luas lagi. Orang tua tidak lagi di-anggap sumber nilai
atau figure ideal (Freud), atau satu-satunya “significant person” (Sullivan),
melainkan nilai-nilai sosial di luar keempat dinding rumah. Di rumah, motif
berprestasi anak bisa dipengaruhi oleh kondisi ekonomi keluarga, pendidikan dan
pekerjaan orang tua, hubungan dengan saudara-saudaranya, dan sebagainya.
Ciri-ciri tersebut dapat
diidentifikasi dari segi kognisi, konasi, dan afeksi/emosi. Dari segi kognisi
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
menyelesaikan tugas dengan hasil
sebaik mungkin;
2.
bekerja tidak atas dasar
untung-untungan (gambling);
3.
berfikir dan berorientasi ke masa
depan dengan berusaha mengantisipasi hasil kerjanya secara logik;
4.
lebih mementingkan prestasi
ketimbang upah yang akan diterimanya;
5.
realistik menilai dirinya;
6.
tidak boros, konsumtif, melainkan
produktif;
7.
menghargai hadiah yang
diterimanya;
8.
cenderung berorientasi ke dalam
(inner orientation) kendati cukup tanggap terhadap stimulasi lingkungan.
Dari segi konasi dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1.
bersemangat, bekerja keras dan penuh
pitalitas;
2.
tidak gampang menyerah dan merasa
bersalah kalau tidak berbuat sebaik mungkin;
3.
tidak cepat lupa diri kalau
mendapat pujian atas prestasinya;
4.
dengan senang hati menerima kritik
atas hasil kerjanya dan bersedia menjalankan petunjuk-petunjuk orang lain
selama itu sesuai dengan gagasannya;
5.
lebih senang bekerja pada
tugas-tugas yang sukar, cukup menantang untuk berkreasi, bukan yang monoton.
Dari segi afeksi atau emosi:
1.
gembira secara wajar manakala
memenangkan persaingan kerja dengan rekan-rekannya;
2.
selalu menjadikan pekerjaan-nya
yang lalu sebagai umpan-balik bagi penentuan tindakan lanjutan;
3.
segan bekerja dalam suasana
bersaing (dalam arti positif) dan berusaha meninggalkan rekan-rekannya jauh di
belakang;
4.
merasa menyesal kalau hasil
kerjanya jelek, apalagi kalau diperlukan orang lain;
5.
berprinsip, bahwa upah yang
diterima hendaknya sepadan dengan kualitas dan prestasi kerjanya;
6.
memperhitungkan resiko yang sedang
dengan hasil yang dapat diduga, ketimbang resiko besar waluapun hasilnya besar.
McClelland
(dalam Marwisni Hasan 2006) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi
berprestasi yang tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Mempunyai tanggung jawab pribadi
2. Menetapkan nilai yang akan dicapai
atau menetapkan standar keunggulan
3. Berusaha bekerja kreatif
4. Berusaha mencapai cita-cita
5. Memiliki tugas yang moderat
6. Melakukan kegiatan sebaik-baiknya
7. Mengadakan antisipasi
Motivasi yang mendorong manusia untuk
melakukan perbuatan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yakni:
- Motivasi fisik – material.
Manusia terdorong untuk melakukan suatu
perbuatan bisa karena keinginan untuk mendapatkan imbalan fisik material,
misalnya dengan terpenuhinya kebutuhan jasmani, baik berupa barang atau
uang. Motivasi seperti ini sangat lemah dan sifatnya sangat
sementara. Misalnya orang yang melakukan sesuatu untuk sekadar mendapat
makanan guna menutupi rasa lapar, maka ketika sudah kenyang ia akan
kehilangan motivasi. Sebaliknya, ia pasti akan kehilangan motivasi untuk
melakukan perbuatan yang justru membuat ia lapar, misalnya berpuasa. Apalagi
memperjuangkan suatu kebenaran, yang mungkin akan membuatnya menderita.
Jadi, motivasi fisik material sekalipun ada dan memang perlu, tapi sulit untuk
dikembangkan untuk menjadi pendorong utama bagi manusia dalam berusaha.
2. Motivasi
psiko-emosional
Motivasi psiko-emosional akan menggerakkan
manusia untuk berbuat karena suatu kondisi kejiwaan yang ingin dimiliki
seseorang ini seperti rasa kebahagiaan, kehormatan, kebanggaan dan sebagainya.
Orang sering menyebutnya kepuasan batin. Misalnya, seseorang berani
melakukan perlawanan keras terhadap orang yang dinilai telah merusak nama
baiknya. Atau berjuang mati-matian dengan mempertaruhkan harta dan jiwa demi
menjaga kemerdekaan. Dan sebagainya. Motivasi ini meski lebih kuat bila
dibandingkan dengan motivasi fisik – material, sebenarnya juga masih lemah dan
sementara sifatnya.
3. Motivasi
spiritual atau ruhiyah
Inilah motivasi terkuat yang terdapat pada diri
manusia. Motivasi ini dibangun oleh kesadaran seorang muslim dalam hubungannya
dengan Allah SWT. Dzat yang menciptakan manusia, menghidupkan, memberi
rizki dan mematikan serta akan meminta pertanggungjawaban manusia atas segala
perbuatannya di dunia. Motivasi ibadah dan pertanggungan inilah yang
mampu mendorong manusia untuk melakukan perbuatan apa saja, meski harus
mengorbankan harta, tenaga dan nyawa sekalipun, selama berjalan dalam
batas yang diperintahkan Allah SWT. Inilah konsep lillahi Ta’ala (demi
Allah semata). Bila ditanamkan, dibina dan dijaga dengan sebaik-baiknya,
motivasi ini akan mampu membentuk pribadi yang konsisten, teguh dan
berani. Pada masa Rasulullah, motivasi ini mampu menggetarkan musuh pada Perang
Badar meski pasukan musuh berjumlah tiga kali lipat dari pasukan kaum Muslimin.
Pada masa sekarang, kita dapati pada pejabat yang jujur. Mereka berani
menolak uang suap milyaran rupiah meski sesungguhnya dari segi materi uang
sebanyak itu tentu sangat menggiurkan. Tapi keimanannya kepada Allah
mencegahnya untuk berbuat seperti itu.
Maka, motivasi yang harus dibangun oleh setiap
manusia dalam mewujudkan aktivitas kehidupannya adalah motivasi spiritual
semata. Dengan motivasi ini, seseorang akan terpacu untuk berikhtiar
terus-menerus disertai dengan sikap tawakal dan pantang berputus harapan
hingga akhirnya meraih keberhasilan dengan izin Allah Yang Maha Pemurah lagi
Penyayang. Inilah motivasi berprestasi yang sesungguhnya.
REFERENSI
http://nitafitria.wordpress.com/2008/12/04/motivasi-berprestasi-ala-prof-dr-david-c-mcclelland/
0 komentar:
Posting Komentar